If I ain't got you with me baby

So nothing in this whole wide world don't mean a thing

Book : The Art of Hearing Heartbeats by Jan - Philipp Sendker

“Only a few days earlier he had explained to her that he did not merely read books but traveled with them, that they took him to other countries and unfamiliar continents, and that with their help he was always getting to know new people, many of whom even became his friends.”
― Jan-Philipp Sendker, The Art of Hearing Heartbeats (Page 128)

Kali ini berbeda, sebuah buku dengan judul serupa postingan saya ini tidak membuat saya ingin membayangkan bagaimana kisah ini akan berlanjut. Saya hanya menikmati setiap alurnya tanpa adanya ekspektasi. 

“He expected nothing more from life. Not because he was disappointed or embittered. He expected nothing because there was nothing of importance that he had not already experienced. He possessed all the happiness that a person could find. He loved and was loved. Unconditionally.”
― Jan-Philipp Sendker, The Art of Hearing Heartbeats (Page 248)

Saya mendapatkan buku ini ketika datang ke toko buku bekas di daerah double six seminyak, mas penjualnya yang merekomendasikan. Judulnya membuat saya tertarik untuk membeli.

Buku ini menceritakan seorang anak perempuan bernama Julia Win, yang pergi dari New York ke Kalaw (sebuah desa di pegunungan, Burma) untuk mencari Ayahnya yang tiba-tiba menghilang. Julia menemukan sebuah surat yang ditulis Ayahnya, Tin Win untuk seorang perempuan asal Burma bernama Mi Mi.

“She had learned over the years that there are wounds time does not heal, though it can reduce them to a manageable size.”― Jan-Philipp Sendker, The Art of Hearing Heartbeats (Page 77)

Saat di Kalaw, Julia bertemu seseorang yang mengaku mengetahui kisah Ayahnya. Sebuah cerita tentang masa lalu Ayahnya yang saat kecil mengalami kebutaan dan bagaimana Ayahnya menjalin cinta dengan seorang gadis lokal bernama Mi Mi.

Kalimat-kalimat dalam buku ini sangat manis, dengan banyaknya kutipan yang indah sekaligus membuat mata saya berkaca. Buku ini berhasil menyajikan kisah sederhana yang memberikan kesan begitu dalam. Bagaimana penantian, rasa percaya, pengorbanan tidak lantas menjadi hal yang selalu menyedihkan. Bagaimana bahasa cinta setiap orang berbeda-beda bila kita memahami dan melihat secara objektif.

“We wish to be loved as we ourselves would love. Any other way makes as uncomfortable. We respond with doubt and suspicion. We misinterpret the signs. We do not understand the language. We accuse. We assert that the other person does not love us. But perhaps he merely loves us in some idiosyncratic way that we fail to recognize.”
― Jan-Philipp Sendker, The Art of Hearing Heartbeats  (Page 244)

Selamat menikmati kutipan-kutipannya. Semoga ada kesempatan untuk membaca novel ini, ya!

Cheers,

Philida Thea

Mengingkari sebuah firasat, kemudian membumbung tinggi sebuah harapan.

Akhirnya memungut kembali serpihan asa yang sudah berserak, bersama bulir-bulir hangat yang mengaliri pipi.

Bukannya hidup ini sebuah pengulangan? 

Pengulangan yang membuatmu tertawa sampai menangis atau menangis kemudian tertawa.

***

Expectations  is a root of heartache said William Shakespeare.

Setelah menangis, rasanya ingin menertawakan diri dan meminta maaf dengan diri sendiri pada waktu yang bersamaan. 

Maaf karena masih saja kalah dengan ekspektasi dan mengabaikan segala tanda juga firasat.

Kadang, kita selalu mencari alur yang membuat  perasaan bahagia walaupun sementara.

Kadang kebahagiaan semu selalu kita pertaruhkan untuk mengulur rasa kecewa.

Lalu ketika sudah waktunya, bagai seseorang yang sembuh dari amnesia, kita menyadari sebuah rentetan kekecewaan yang kita ciptakan sendiri.

Kemudian bangkit untuk mencoba lagi.

Masih ingat dengan scene Rangga dan Cinta yang pergi ke Kwitang buat beli buku bekas? ngedate, sambil hunting buku sama gebetan/pacar bisa menjadi salah satu alternatif yang menyenangkan kalau sama-sama penyuka buku.

Ngomong-ngomong soal buku bekas, dua hari yang lalu, sebagai ritual warga baru di pulau dewata, saya selalu menyediakan waktu untuk jalan-jalan ke tempat yang belum pernah saya kunjungi. Berhubung selama saya di sini belum pernah membeli buku, saya memutuskan untuk mencari kios buku yang pernah saya lihat di Instagram Keenan Pearce.

masuk ke gang dikit

iya, tumpukan bukunya nih :))

ini mas yang jual bukunya

hasil buruan

Semenjak saya pindah, hampir setiap sore Bali diguyur hujan. Saya sudah berencana sejak lama untuk berburu sunset ke tanah lot, namun selalu gagal. Kalaupun hari sedang cerah, saya sedang bergelut dengan deadline. Sementara jarak pantai Batu Bolong dengan tempat saya tinggal kurang lebih hanya dua ratus meter.

Tepat jam setengah lima sore ini, saya mematikan laptop. Memutuskan untuk berjalan menutup hari dengan makan ice cream di pantai, tak lupa membawa alas duduk dan kamera. Langit cerah dan sangat sejuk, ombak tidak begitu tinggi, cenderung lebih tenang dari biasanya. Bahkan batu karang dan rumput laut dapat terlihat. 

Percayalah, semua selalu tiba tepat pada waktunya. Memasuki weekend ketiga, saya akhirnya dapat menikmati sore di pantai. Menyaksikan beragam aktivitas para pelancong, mulai dari duduk-duduk santai, berenang, bersepeda, surfing, atau sekedar menikmati bir. Rasanya kebahagiaan mereka terserap ke dalam diri. 

Saat menunggu sang oranye yang akan memantulkan pantai, saya memutarkan beberapa lagu sebagai pengantar sunset.

Into the Clouds, Out of the Ocean - Mondo Gascaro

Sudah Dua Hari Ini Mendung - Gardika Gigih

Dreaming of the Sea - Furns

A Bigger World - Matter Halo

Lamun Ombak - Mondo Gascaro

Dan sore ini, Sunset pertama datang dengan cantik. 

Menetap di sebuah pulau yang memiliki langit dan deburan ombak yang cantik.

Menjejakkan kaki ke pasir putih, berjalan sendiri dipayungi matahari, menikmati terpaan angin, kemudian duduk menyaksikan gulungan ombak yang segera memecah setelah membentur karang.

Aku sudah sampai disini, menjalani apa yang pernah aku ucapkan dua tahun lalu. Barangkali, benar adanya untuk berhati-hati dengan apa yang kita inginkan,  kita tidak pernah tau ucapan mana yang akan dikabulkan.

Begini rasanya berada di sebuah pulau dimana belum memiliki teman untuk berbagi hal, tak ada keluarga yang siap menampung cerita kelelahan atau berbagi kebahagiaan. Satu persatu kenangan kembali muncul, mengambil alih pertahanan untuk mengakui bahwa rindu mulai menyelinap. Waktu berjalan bagai kedipan mata, ternyata baru dua pekan yang terasa seperti ribuan jam.

Latte pertamaku sudah kucicipi, kuhabiskan sampai tak bersisa sambil berdialog pada diri. meskipun tumbuh di dunia serba digital dimana komunikasi dengan mudah tersampaikan hanya dalam hitungan detik, tak ada yang bisa menandingi pertemuan langsung, merasakan tawa, tepukan semangat atau sama-sama berdiam diri tanda meminta jeda untuk saling menyerap informasi.

Betapa percakapan sampai lupa waktu bersama orang-orang yang tepat, menjadi salah satu amunisi untuk kembali semangat mewujudkan mimpi.

Begini mungkin rasanya rindu untuk pulang sejenak. 

Here's Banana Mint Smoothies.

Bahan-bahan :

- Pisang

- Daun Mint

- Strawberry (topping)

- Plain yogurt (opsional)

- Air secukupnya

Cara membuat :

1. Bekukan pisang dan strawberry kurang lebih 4 jam di dalam freezer

2. Setelah pisang beku, masukan pisang, yogurt dan daun mint yang sudah dicuci bersih secukupnya ke dalam blender.

3. Tambahkan air sedikit

4. Blender hingga halus

5. Masukan hasil blender ke  dalam plastik bening segitiga, ikat dan simpan di freezer selama 30 menit

6. siapkan jar 

7. gunting ujung plastik agak besar dan tuangkan smoothies yang sudah dibekukan dengan cara memutar

8. Tambahkan strawberry sebagai topping.

smoothies siap dinikmati ;)

cheers,

Philida

                                    
(waktu membaca : 8 - 10 menit)
            

    Sebetulnya tujuan utama saya untuk menghadiri penutupan waisak yaitu pelepasan 1000 lampion,  karena saya masih punya waktu 1 hari sebelum berangkat ke Magelang, sayang rasanya jika tidak memanfaatkan waktu senggang di Jogja.

           Sekitar 1 jam lebih saya dan rombongan dibawa berkeliling museum dengan sejarah yang amat mengagumkan. Tanpa perlu waktu lama, saya sudah menyatakan jatuh cinta akan Seni dan Budaya Jawa. Saya jatuh cinta pada sejarah yang terkandung dalam setiap sketsa, batik, lukisan, dan tulisan yang ada.

***